Kamis, 17 April 2014

GAGAL JANTUNG AKUT


Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik . Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya1.
Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus penyebab signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya yang tinggi. Penyakit ini merupakan penyebab utama perawatan pada penyakit kardiovaskuler di Eropa. Di Eropa dan Amerika Serikat angka kematian di rumah sakit akibat penyakit ini berkisar antara 4-7 % . Sekitar 10 % dari pasien yang bertahan hidup beresiko mengalami kematian dalam waktu 60 hari berikutnya.2,3
Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 – 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring dengan usia, 80 % berumur lebih dari 65 tahun.4
Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.5
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark.1,6
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum adadiuresis.Sejak tahun 1960 diuretik sudah digunakan sebagai terapi gagal jantung akut, tetapi masih dipertanyakan manfaat dan bagaimana cara pemberian diuretik yang tepat untuk gagal jantung akut.6
Penulisan tinjauan kepustakaan ini untuk melihat manfaat pemberiaan diuretik pada gagal jantung akut serta bagaimana cara pemberian diuretik yang tepat.

BAB II
GAGAL JANTUNG AKUT
2..1.Pengertian Gagal Jantung Akut
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik . Gagal jantung akut dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien yang mengalami gagal jantung akut dapat memperlihatkan kedaruratan medik (medical emergency) seperti edema paru akut(acute pulmonary oedema). 1
2.2. Etiologi
Faktor kardiovaskular dapat merupakan etiologi dari gagal jantung akut ini, dan juga bisa beberapa kondisi( comorbid) ikut berinteraksi, yang merupakan pencetus terjadinya gagal jantung akut.1,6 Penyebab gagal jantung akut dan pencetus terjadinya gagal jantung akut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penyebab dan faktor pencetus gagal jantung akut6

Data dari ADHERE (Acute Decompensated Heart Failure National Registry) (2006) pencetus gagal jantung akut yang di rawat di rumah sakit 50 % dari 187.565 mempunyai tekanan diastolik yang tinggi yaitu diatas 140 mmHg.7
EHFS (EuroHeart Failure Survey ) (2006) dari 3.580 pasien gagal jantung akut yang dirawat di 30 rumah sakit di Eropa, 63 % disebabkan gagal jantung dekompensasi,16 % karena edema paru dan 11% oleh karena hipertensi .7
Italian Survey Acute Heart Failure (2006) , 66% dari 2.807 pasien gagal jantung akut yang dirawat di cetuskan oleh hipertensi.7
2.3.Klasifikasi
Presentasi klinis pada gagal jantung akut mencerminkan suatu spektrum keadaan yang sangat bervariasi, dan klasifikasi apapun akan memiliki keterbatasan. Pasien dengan gagal jantung akut biasanya datang dengan satu dari enam kategori klinis, yaitu perburukan atau gagal jantung dekompensasi, edema paru, gagal jantung hipertensif, syok kardiogenik, gagal jantung kanan terisolasi, dan sindroma koroner akut.1,6 Keberadaan edema paru dapat mempersulit menentukan gagal jantung akut masuk kategori klinis yang mana. Overlap antara berbagai kondisi ini dapat dilihat pada gambar 6.6

Gambar 1. Klasifikasi Klinis Gagal Jantung Akut6
Ada beberapa klasifikasi lain yang di pakai di ICCU yaitu klasifikasi Killip dan Forester.
Tabel 2. Klasifikasi dan karakteristik klinis pasien Gagal Jantung Akut7

2.4. Patofisiologi Gagal Jantung Akut
Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktifitas saraf simpatis dan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA), serta pelepasan arginin vasopresin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Respon neurohumoral ini akan membawa keuntungan untuk sementara waktu, namun setelah beberapa saat, kelainan sistem neurohumoral ini akan memacu perburukan gagal jantung, tidak hanya karena vasokontriksi serta retensi air dan garam yang terjadi, akan tetapi juga karena adanya efek toksik langsung dari noradrenalin dan angiotensin terhadap miokard.

Gambar 3. Patofisiologi Gagal Jantung Akut 8.

2..5.Diagnosis Gagal Jantung Akut
Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala dan penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto thoraks, biomarker dan ekokardiografi Doppler. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik
2.5.1.Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Evaluasi sistematik saat pasien datang dengan presentasi Gagal Jantung Akut sangatlah penting, dengan fokus pada anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa alasan paling umum pada pasien Gagal Jantung Akut untuk mencari bantuan medis adalah gejala berhubungan dengan kongesti, dan pada sebagian kecil kasus hipoperfusi. Berdasarkan Acute Decompensated Heart Failure National Registry (ADHERE) dari 187.565 perawatan, 89% pasien datang dengan sesak, 34% dengan sesak saat istirahat, dan 31% dengan keluhan lelah. Pada registry Initiation Management Predischarge Assessment of Carvedilol Heart Failure (IMPACT-HF), banyak gejala secara spesifik ditanyakan, dan ditemukan bahwa banyak gejala berhubungan dengan sesak dan tanda kelebihan cairan saat datang.
Oconnor dkk (2005) 77,1 % dari 567 pasien gagal jantung akut datang dengan keluhan sesak nafas saat aktifitas, dapat dilihat pada gambar 4

Gambar 4. Tanda dan gejala gagal jantung akut
DOE, dyspnea on exertion; PND, paroxysmal nocturnal dyspnea, S3, third heart sound

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang
a.Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informaasi yang sangat penting meliputi debar
jantung, irama jantung, sistem kondiksi dan kadang penyebab dari gagal jantung akut
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi
debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang etiologi dari Gagal jantung akut.
Kelainan segmen ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI.
Gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi,bundle branch
block,disinkroni elektrikal, dan interval QT yang memanjang.
b.Pemeriksaan Foto Thoraks
Foto thoraks harus diperiksa secepat mungkin saat masuk pada semua pasien yang
diduga gagal jantung akut, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui
adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau kardiomegali.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan elektrolit ( natrium, kalium, klorida
dan bikarbonat), fungsi ginjal ( ureum dan kreatinin ), fungsi hati serta analisa gas darah
arterial yang berguna untuk menilai oksigenasi (pO2) fungsi respirasi (PCO2) dan
keseimbangan asam basa (PH).
Lebih dari setengah pasien yang masuk karena Gagal Jantung Akut memiliki anemia
(Hb <12 gr/dl) dan 8-16% memilik Hb <10 gr. Hiponatremi umum ditemukan, 25-30%
pasien memiliki kandungan natrium <135 mEq/L serta peningkatan nilai ureum dan
kreatinin.
Baru baru ini US Food and drug Administration (FDA) menyetujui biomarker baru
yaitu B-type natriuretic peptide (BNP ) untuk pemeriksaan gagal jantung. BNP ini bisa
digunakan sebagai diagnostik yang kuat dan indikator prognostik disfungsi ventrikel kiri
dan gagal jantung. BNP disintesis, disimpan, dan dirilis terutama oleh miokardium ventrikel
sebagai tanggapan terhadap peningkatan volume ventrikel atau tekanan overload.
ESC dan HFSA guidelines menunjukkan bahwa BNP tes berguna dalam penilaian
klinis gagal jantung akut, BNP juga bisa di gunakan untuk menentukan apakah sesak
disebabkan oleh kelaian jantung atau oleh penyakit paru-paru. Secara umum, nilai BNP 400 pg/ml
menunjukkan sesaknya disebabkan oleh gagal jantung akut.
Maisel dkk (2002) dari 774 pasien dengan keluhan sesak yang dirawat diruang
emergensi mempunyai nilai BNP < 100 pg/ml pada pasien bukan kelaian jantung, 500
pg/ml pada pasien dengan riwayat disfungsi ventrikel kiri dan 1200 pg/ml pada pasien gagal
jantung akut.
Wong dkk (2005 ) menyatakan bahwa tingkat atau nilai BNP mempunyai hubungan
langsung terhadap prediksi tentang risiko kematian, gagal jantung, atrial fibrilasi, dan
stroke.
d. Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling bermanfaat dalam
membantu menilai struktur dan fungsi jantung.
2.6 . Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Tujuan dalam penanganan gagal jantung akut adalah untuk memperbaiki keluhan dan menstabilkan hemodinamik. Pendekatan umum dalam managemen Gagal Jantung Akut meliputi satu atau lebih dari strategi pengobatan berikut:
- Oksigen diberikan secepat mungkin pada penderita hipoksemia
- Diurtik intravena (IV) untuk menurunkan kelebihan cairan intravena
- Vasodilator IV untuk menurunkan tekanan pengisian dan relesistensi vaskuler sistemik
- Inotropik positif untuk menurunkan kardiak output pada keadaan rendahnya aliran darah.
Tabel 3. Tujuan pengobatan pada gagal jantung akut

Rekomendasi yang ada mengenai tatalaksana GJA sebagian besar berupa konsensus para ahli tanpa didukung oleh uji klinis acak yang kuat. Algoritme gagal jantung akut dapat dilihat pada gambar 4. Pada gagal jantung penatalaksanaan yang utama yaitu penanganan simptomatik yang segera sehingga teratasi.15

Gambar 5. Algoritma terapi awal Gagal Jantung Akut

BAB III
PENGGUNAAN DIURETIK PADA GAGAL JANTUNG AKUT

3.1. Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi normal 10,11
Pengaruh diuretika terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik. Secara umum diuretika dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
1) Diuretika osmotik
2) Penghambat mekanisme transport elektrolit di dalam tubuli ginjal
a) Penghambat karbonik anhidrase
b) Benzotiadiazid
c) Diuretik hemat kalium
d) Diuretik kuat ( loop diuretic )
3.1.1 Mekanisme Kerja Diuretik11,6,18
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik ini, yaitu:
1. Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
2. status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.
Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.
3. interaksi antara obat dengan reseptor
Obat-obat diuretik bekerja khusus terhadap tubuli, tetapi juga di tempat lain, yakni di:
Tubuli proksimal, tubuli proksimal,lengkung Henle dan tubuli distal.

Tabel 3. Tempat dan cara kerja diuretika

Gambar 6. Tempat kerja diuretika
3.1.2. Loop Diuretik
Loop diuretik merupakan golongan obat yang memiliki struktur kimia yang beragam.
Furosemid, bumetanida, azosemida, pireanida, dan tripamida, semuanya mengandung gugus sulfonamide, sementara asam etakrinat merupakan turunan asam fenoksiasetat. Muzolimin tidak mempunyai struktur tersebut, dan torsemida merupakan suatu sulfonil urea .
a. Mekanisme kerja
Semua loop diuretik bekerja terutama dengan memblok Na+/K+/Cl- sebagai kotransporter pada membran apikal dari loop Henle. Karena pada sisi ini berperan untuk mengkonsentrasi dan dilusi dari urine, loop diuretik menyebabkan penurunan konsentrasi dan dilusi urine. Pada saluran ini merupakan tempat reabsorpsi Ca2+ dan Mg2+ dan merupakan proses yang tergantung oleh reabsorpsi Na+ dan Cl-. Karena itu, loop diuretik meningkatkan jumlah urine, Na+,K+,Ca2+ dan Mg2+. Loop diuretik juga menyebabkan dilatasi dari sisi vena dan fase dilatasi ginjal yang dipengaruhi oleh prostaglandin.
b. Farmakokinetik
Loop diuretik bekerja dalam 20 menit dan t1/2 kira-kira 1-1,5 jam. Semua loop diuretik diabsorpsi dengan cepat dari usus dan dapat diberikan IV. Golongan diuretik ini dapat menyebabkan 20% lebih pengeluaran Na+.
c. Toksisitas
Semua loop diuretik dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, termasuk hipokalemia (berbahaya apabila pasien menggunakan digitalis), Ca2+ dan Mg2+ berkurang, Alkalosis metabolik dan konsentrasi volume. Hiperglikemia ringan dapat terjadi (mungkin karena hipokalemia yang disebabkan oleh resisten insulin). Loop diuretik dapat mencegah pelepasan insulin. Obat-obat ini kadang-kadang dapat menyebabkan efek samping:
1. Furosemide dan bumetanide adalah golongan sulfonamide dan harus dicegah pemberiannya pada yang alergi sulfonamide. Obat-obat ini dapat menyebabkan ototoksisitas (belum diketahui mekanisme kerjanya) tetapi tidak seberat jika menggunakan asam etakrinat.
2. Asam etakrinat bukan golongan sulfa tetapi dapat menyebabkan ototoksisitas yang berat (jarang digunakan).

3.2. Penggunaan Diuretik pada gagal jantung akut
Loop diuretik adalah dasar terapi gagal jantung akut saat ini, berdasarkan guideline dari European Society of Cardiology (ESC) dan Heart Failure Society of Amerika (HFSA ). Di Amerika Serikat sekitar 90% pasien rawat inap dengan gagal jantung akut menerima loop diuretik IV selama dirawat di rumah sakit, dan memberikan hasil diuresis cepat serta menghilangkan gejala pada pasien.
Pemberian diuretik secara intravena pada pasien dengan gagal jantung akut direkomendasi kan bila terdapat gejala akibat kongesti dan overload cairan. Terapi dan dosis penggunaan diuretik pada gagal jantung dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Indikasi dan dosis penggunaan diuretik pada gagal jantung akut

Kombinasi dengan diuretik lain seperti thiazid dapat berguna pada kasus dengan resistensi diuretik. Pada kasus dengan gagal jantung akut dengan volume overload, thiazid (hidroclorotiazid 25mg p.o.) dan antagonis aldosterone (spironolactone, eplerenon 25-50 mg po) dapat diberikan bersamaan dengan loop diuretik. Kombinasi beberapa macam obat seringkali lebih efektif dan mililiki efek samping yang lebih rendah jika diberikan satu dosis obat dengan dosis yang tinggi.
3.2.1.Efek samping pemberian loop diuretik
Dosis tinggi loop diuretic bisa menyebabkan efek samping, yaitu bisa menyebabkan aktifasi renin angiotensin, system saraf simpatis, gangguan elektrolit dan fungsi ginjal.

Gambar 7. Mekanisme terjadinya efek samping loop diuretik
3.2.2 Strategi terapi loop diuretik pada gagal jantung akut
Manajemen terapi diuretik pada gagal jantung akut sebagian besar masih didasarkan pada pendapat ahli, hanya sedikit peneltian random mengenai dosis dan cara pemberian diuretik yang tepat , sehingga lebih efektif dan bisa mengurangi resiko kematian pada pasien gagal jantung akut.9
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi hubungan antara dosis tinggi diuretik dengan efek samping yang ditimbulkan pada pasien gagal jantung akut. Analisis data dari Digitalis Investigasi Group Study membandingkan pasien yang menggunakan diuretik dengan yang tidak menggunakan diuretik, di dapatkan 31% peningkatan kematian pada pasien yang menggunakan diuretik dosis tinggi.12 Evaluation Study of Congestive Heart Failure and Artery Catheterization Effectiveness Study terdapat hubungan antara dosis tinggi loop diuretik dengan kematian setelah 6 bulan di rawat di rumahsakit.13
Peacock dkk (2009) membandingkan pasien gagal jantung akut yang diterapi dengan loop diuretik dosis tinggi dan dosis rendah, ternyata pasien yang mendapat dosis tinggi loop diuretik intra vena (IV) lebih banyak meninggal di rumah sakit dan mendapatkan resiko gagal ginjal yang besar dibanding pasien yang mendapat loop diuretik dosis rendah10
Tabel 5. Gejala inisial dan evaluasi dari dosis diuretik IV

Gambar 8.Resiko dan Kecendrungan penyesuaian
Butler dkk (2004) mengidentifikasi dosis tinggi loop diuretik sebagai prediktor independen dari memburuknya fungsi ginjal bahkan bisa menyebabkan sindrom kardiorenal pada pasien gagal jantung akut.11
Felker GM dkk (2011) dari 308 pasien gagal jantung akut yang diberi terapi dengan diuretik dosis rendah dan diuretik dosis tinggi, tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam mengurangi gejala gagal jantung akut, justru dosis tinggi loop diuretik dapat memperburuk fungsi ginjal.14
Selain dosis diuretik, kemanan dan kemanjuran pemberian loop diuretik juga di pengaruhi oleh cara pemberian diuretik IV, apakah bolus atau infus kontinyu. 13 Untuk menjawab pertanyaan ini telah banyak dilakukan penelitian random yang membandingkan mana yang lebih baik cara pemberian loop diuretic IV , bolus atau kontinyu.
Tabel 6. Penelitian random pemberian diuretik bolus banding kontinyu 13

Felker GM dkk (2011), tidak terdapat perbedaan yang bermakna pemberian loop diuretik IV bolus dibandingkan dengan kkontinyu untuk mengurangi gejala maupun perubahan fungsi ginjal pada pasien gagal jantung akut.14

Gambar 9. Rata-rata perubahan level kreatinin serum

Gambar 10. Kaplan–Meier Curves for the Clinical Composite End Point of Death, Rehospitalization, or Emergency Department Visit.
Kaplan–Meier curves are shown for death, rehospitalization, or emergency department visit during the 60-day follow- up period in the group that received boluses every 12 hours as compared with the group that received a continuous infusion (Panel A) and in the group that received a low dose of the diuretic (equivalent to the patients’ previous oral dose) as compared with the group that received a high dose (2.5 times the previous oral dose) (Panel B).

Guidelines European Society of Cardiologi menganjurkan kombinasi vasodilator dan diuretik, karena meningkatkan keamanan dan kemanjuran dibandingkan dengan menggunakan diueretik dosis tinggi 15
Cotter G dkk (1998) Furosemid dosis rendah yang dikombinasikan dengan nitroglycerin IV lebih efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar